0 comments

Sebagai umat Islam Siapa yang tak ingin Mempunyai Anak Yang Sholeh, Bagaimana Menciptakan Anak Yang Shaleh ? Berikut Dijelaskan


Siapa yang Tak mendambakan memiliki anak yang sholeh,,?
Untuk menciptakan anak shaleh sangat penting niat dan peran orang tua itu sendiri. Niat kita mendapatkan keturunan sangat berpengaruh dalam menentukan arah kehidupan anak kita di masa depan. Niat itu akan berpengaruh terhadap cara dan pola asuh kita terhadap anak. Sebagai seorang Muslim niat apa yang seharusnya ditanamkan sebelum mempunyai keturunan?

Seorang mukmin hendaknya memikirkan mengapa pada dirinya timbul keinginan memperoleh keturunan. Jangan sampai kita hanya menginginkan keturunan karena dorongan alamiah semata, seperti haus atau lapar yang timbul.

Niat terbaik memperolah keturunan dari seorang mukmin adalah ingin mendapatkan anak yang shaleh, hendak mewariskan anak-anak yang berbakti kepada Allah dan beramal shaleh sesuai dengan tujuan hakiki hidup manusia. ujuan kita mendapatkan keturunan harus lebih tinggi dari sekedar dorongan alamiah semata.

Mengenai tujuan hidup manusia Allah taala telah berfirman:

Maa Kholaktul jinna wal insa illa liya'buduuni (Tidaklah Aku ciptakan jin dan manusia melainkan supaya beribadah kepadaku (Adz-Dzariyat:56)

Sekarang jika kita sendiri tidak menjadi mukmin dan pelaku ibadah, serta tidak memenuhi tujuan sejati hidup kita tersebut, dan tidak menunaikan hak ibadah sepenuhnya, melainkan menjalani hidup dalam kefasikan dan kejahatan, serta melakukan dosa demi dosa, bagaimana kita akan mendapatkan keturunan yang baik sesuai niat kita? Justru hasilnya kita hanya akan meninggalkan seorang penerus dirinya untuk melakukan dosa-dosa.

Jadi selama keinginan memperoleh anak keturunan itu tidak semata-mata agar menjadi orang yang beragama dan muttaki, serta taat kepada Allah taala dan menjadi pengkhidmat agama-Nya maka selama itu pula keinginan tersebut sama sekali tidak berguna, bahkan merupakan semacam maksiat dan dosa.

Namun jika seseorang mengatakan bahwa ia menginginkan anak yang shaleh  dan muttaqi serta pengkhidmat agama, maka ucapannya itu hanya pernyataan semata selama ia sendiri belum melakukan perbaikan pada dirinya sendiri. Jika kita sendiri menjalani kehidupan yang fasik dan dosa dari mulut kita mengatakan bahwa kita menginginkan anak yang shaleh dan muttaki, berarti ia itu dusta dalam pernyataannya.

Sebelum menghendaki anak yang shaleh dan muttaki adalah mutlak agar kita sendiri melakukan perbaikan pada diri kita dan menjadikan hidup kita sebagai kehidupan yang penuh dengan takwa. Barulah keinginan yang seperti itu akan menjadi suatu keinginan yang menghasilkan buah. Dan anak-anak yang seperti itu pada hakikatnya merupakan keturunan yang shaleh.

Namun jika keinginan itu hanya supaya nama besar kita tetap bertahan, dan supaya anak itu menjadi pewaris harta kekayaan kita, atau supaya anak kita menjadi orang yang terkenal dan masyhur, keingiann yang semacam itu menurut saya adalah syirik.

Jadi hendaknya keinginan mempunyai keturunan itu harus didasari oleh kebaikan. Jangan sampai didasari oleh aspek dan pemikiran bahwa anak kita justru akan menjadi penerus dosa kita selanjutnya.

Kemudian satu hal yang sangat penting dari memperoleh keturunan yang sering luput dari perhatian, yaitu hendaknya kita berusaha keras dan memikirkan terntang tarbiyat anak-anak kita, tentang bagaimana perilaku anak-anak baik atau tidak serta tentang bagaimana membuat anak-anak itu menjadi patuh kepada Allah taala. Hendaklah di setiap shalat selalu memanjatkan doa untuk anak-anak kita.

Banyak sekali orang tua yang secara tidak langsung telah mengajarkan kebiasaan buruk kepada anak-anak mereka. Pada saat ketika anak-anak mulai belajar dan melakukan keburukan, orang tua tidak melarang, akibatnya dari hari ke hari anak-anak tersebut semakin berani dan tidak takut.

Ada sebuah hikayat, diceritakan bahwa seorang anak dieksekusi ke tiang gantungan karena perbuatan-perbuatan kejahatannya. Pada saat terakhir ia ingin berjumpa dengan ibunya, Ketika ibunya datang maka ia mendekat ke ibunya dan mengatakan 'Aku ingin mengecup lidah ibu." Keika lidah itu dijulurkan oleh ibunya, maka anak itu menginggitkanya hingga putus. Ketika diinterogasi ia mengatakan "Ibu inilah yang membuat aku digantung. Sebab jika ia sejak awal melarangku, maka tentu hari keadaanku tidak akan seperti ini."

Ringkasnya orang-orang memang memiliki keinginan memperoleh keturunan, namun jarang yang berniat supaya kelak akan mereka menjadi khadim agama, melainkan kebanyakan supaya anak-anak mereka menjadi ahli warisnya di dunia.  Dan ketika sudah memperoleh anak pun mereka tidak memikirkan tarbiyat anak mereka, dan tidak pula mereka memperbaiki akidah anak-anaknya, serta tidak pula mereka membenahi kondisi akhlak anaknya.

Allah taala telah menjelaskan mengenai keinginan untuk memperoleh keturunan:

"Rabbana hablanaa min azwaajinaa wa dzurriyyaatinaa qurrota a'yunii waj'alnaa lil muttaqiina imaama" (Al Furqan:74). Yakni "Ya Tuhan, anugerahkanlah kesejukan hati kepada kami melalui istri-istri dan anak-anak kami." Dan hal ini baru dapat terjadi apabila kita tidak menjalani kehidupan yang penuh kefasikan dan dosa,  melainkan harus menjalani kehidupan sebagai hamba-hamba Sang Rahman. Dan menjadi orang-orang yang mendahulukan Allah taala atas segala sesuatu.

Selanjutnya dikatakan: Waj’alnaa lil muttaqiina imaama." Anak-anak jika baik dan muttaki maka itu akan merupakan imam bagi mereka. Itu juaga merupakan doa agar menjadi muttaki.

Semoga Allah memberikan karunia agar kita menjadi orang-orang muttaki dan semoga keinginan untuk memperoleh keturunan didasarkan pada asas ini, amiin.
Share this article :
Share on FB Tweet Share on G+ Submit to Digg
Pinterest
Copyright © 2011