0 comments

APAKAH HUKUM BUNGA BANK ???? , Berikut Penjelasanya,,,




Saudara-saudaraku se-Iman, Allah Ta’ala mengutus Nabi Muhammad SAW dengan membawa petunjuk dan agama yang benar. Beliau SAW, memberikan kabar gembira (Basyiran), menyampaikan peringatan (Nadhiiran), menyampaikan risalah, menunaikan amanah, menasehati umat serta memberikan petunjuk yang terang benderang kepada umat manusia. Seorang yang mengaku dirinya beriman kepada Allah Ta’ala dan RasulNya, wajib menerima, tunduk dan patuh kepada Syariat yang telah diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW.

Dalam kesempatan ini, alfaqir akan menguraikan mengenai hukum dan bahaya RIBA’/ BUNGA BANK yang sudah tidak asing lagi bagi mayoritas umat Islam. Tentunya sebagai Muslim yang baik dan taat selayaknya berhati hati dalam urusan dunianya apalagi terkait DOSA-DOSA BESAR seperti RIBA’, sehingga apa-apa yang telah kita hasilkan menjadi pendapatan yang halal dan berkah. Tidak sedikit umat Islam yang terlibat dalam praktik RIBA’. Hal ini sangat menyedihkan.

Alhamdulillah, saat ini sudah banyak kita jumpai Bank-bank Syraiah, hal tersebut merupakan kemajuan umat Islam, harapannya Bank Syariah berjalan semaksimal mungkin sesuai hukum syar’i yang berdasarkan Al-Qur’an, Sunnah dan Ijma’ Ulama’. Bila ada PENYIMPANGAN/ PENGELABUAN maka hal tersebut adalah salah satu bentuk PEMBOHONGAN dan PEMBODOHAN terhadap umat Islam. Mudah-mudahan hal itu tidak terjadi.

Sebelum kita mengupas persoalan RIBA’/ BUNGA BANK, sebaiknya kita terlebih dulu memahami apa yang di dimaksud dengan RIBA’. Yaitu: RIBA’ secara bahasa berarti “ziadah/ tambahan”.

RIBA’ secara Syariat, “Penyerahan pergantian sesuatu dengan sesuatu yang lain yang tidak dapat terlihat wujud kesetaraannya menurut timbangan Syara’ ketika Aqad, atau disertai kelebihan pada akhir proses tukar menukar, atau hanya salah satunya”.

Secara garis besar RIBA’ dikelompokkan menjadi dua. Yaitu RIBA’ hutang-piutang dan RIBA’ jual-beli. RIBA’ hutang-piutang terbagi lagi menjadi RIBA’ Qardh dan RIBA’ Jahiliyyah. Sedangkan RIBA’ jual-beli terbagi atas RIBA’ Fadhl dan RIBA’ Nasi’ah.

•RIBA’ Qardh: Suatu manfaat atau tingkat kelebihan tertentu yang disyaratkan terhadap yang berhutang (muqtaridh). Contoh RIBA’ Qardh, jika si A mengajukan utang sebesar Rp 50.000.000,- kepada si B dengan batas waktu satu tahun. Sejak awal dari kedua belah pihak sudah menyepakati bahwa si A wajib mengembalikan utang ditambah bunga 15%, maka tambahan 15% tersebut merupakan RIBA’ yang dilaknat.

•RIBA’ Jahiliyyah: Utang dibayar lebih dari pokoknya, karena si peminjam tidak mampu membayar utangnya pada waktu yang ditetapkan. Hal ini juga disebut RIBA’ Duyun (utang). Contoh, jika kedua belah pihak menyepakati ketentuan apabila pihak yang berutang mengembalikan utangnya tepat waktu, maka yang berutang tidak dikenai tambahan, namun jika dia tidak mampu mengembalikan utangnya tepat waktu, maka batas waktunya diperpanjang dan dikenakan tambahan atau denda atas utangnya tersebut. Inilah yang secara khusus disebut RIBA’ Jahiliyyah, meski asalnya merupakan transaksi Qardh (utang-piutang).

•RIBA’ Fadhl: Pertukaran antarbarang sejenis dengan kadar atau takaran yang berbeda, sedangkan barang yang dipertukarkan itu termasuk dalam jenis barang RIBAWI. Yang disebut barang RIBAWI sudah ditetapkan dalam syari’at, seperti emas, perak, gandum, sya’ir (sejenis gandum), kurma dan garam.

Setiap pertukaran sejenis dari ke-enam barang RIBAWI tersebut, maka terdapat dua ketentuan yang harus dipenuhi, pertama takaran atau timbangan keduanya harus sama. Misal, tidak boleh menukar perhiasan kalung emas seberat 20 gram dengan perhiasan delang emas seberat 10 gram, sekalipun nilai seni dari perhiasan tersebut dua kali lipat lebih tinggi dari nilai kalungnya. Begitu juga tidak boleh menukar 20 kg kurma kualitas jelek dengan 10 kg kurma kualitas bagus, karena pertukaran kurma dengan kurma harus sama takarannya atau setimbang. Jika tidak, maka telah terjadi praktik RIBA’, yang merupakan RIBA’ Fadhl. Selain harus sama, pertukaran sejenis dari barang-barang RIBAWI harus dilaksanakan dengan kontan. Jika salah satu pihak tidak menyerahkan barang secara kontan, walaupun timbangan dan takarannya sama, maka hukumnya HARAM, dan praktek ini tergolong RIBA’ Nasi’ah.

•RIBA’ Nasi’ah: Penangguhan penyerahan atau penerimaan jenis barang RIBAWI yang dipertukarkan dengan jenis barang RIBAWI lainnya. RIBA’ dalam Nasi’ah muncul karena adanya perbedaan, perubahan, atau tambahan antara yang diserahkan saat ini dengan yang diserahkan kemudian.

RIBA’ ITU HARAM DALAM HAL MENGERJAKAN-NYA, MEMAKAN-NYA, MENCATATKAN-NYA, MENYAKSIKAN-NYA & MEMPERMAINKAN-NYA (MEMPRDAYAKAN AQAD RIBA’ AGAR TIDAK DIANGGAP RIBA’).

Banyak sekali orang yang menganggap proses BUNGA BANK itu sesuatu yang sama saja dengan jual beli, anggapan ini dikarenakan seseorang yang mungkin tidak memahami hakikat RIBA’ dengan benar, akhirnya mereka tersesat akibat tidak ada rasa ingin tahu hukum syari’at dalam perdagangan secara syar’i. Bisa jadi, mereka memilih tidak mau tahu atau pura-pura tidak tahu dan tidak mau bertanya kepada para Ulama’, sebab dianggap akan merepotkan dirinya sendiri. Orang Muslim yang seperti ini tidak akan ada ketenangan dalam hatinya dan Allah Ta’ala, murka padanya.

Berikut ini, lampirkan beberapa firman Allah Ta’ala, dan hadits-hadits Nabi SAW, yang tentunya cukup dengan terjemahan/ maksud dari pada ayat dan hadits. Semoga para pembaca dapat memakluminya.

Beberapa maksud firman Allah Ta’ala:

الَّذِينَ يَأْكُلُونَ الرِّبَا لاَ يَقُومُونَ إِلاَّ كَمَا يَقُومُ الَّذِي يَتَخَبَّطُهُ الشَّيْطَانُ مِنَ الْمَسِّ ذَلِكَ بِأَنَّهُمْ قَالُواْ إِنَّمَا الْبَيْعُ مِثْلُ الرِّبَا وَأَحَلَّ اللَّهُ الْبَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّبَا فَمَن جَاءَهُ مَوْعِظَةٌ مِّن رَّبِّهِ فَانتَهَىَ فَلَهُ مَا سَلَفَ وَأَمْرُهُ إِلَى اللَّهِ وَمَنْ عَادَ فَأُولَئِكَ أَصْحَابُ النَّارِ هُمْ فِيهَا خَالِدُونَ. يَمْحَقُ اللَّهُ الرِّبَا وَيُرْبِي الصَّدَقَاتِ وَاللَّهُ لاَ يُحِبُّ كُلَّ كَفَّارٍ أَثِيمٍ

Maksud firman Allah: “Orang-orang yang makan (mengambil) RIBA’ tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat), sesungguhnya jual beli itu sama dengan RIBA’, padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan RIBA’. Orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil RIBA’), maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. Orang yang kembali (mengambil RIBA’), maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya… Allah memusnahkan RIBA’ dan menyuburkan (berkat) sedekah. Dan Allah tidak menyukai setiap orang yang tetap dalam kekafiran lagi berbuat dosa” (Al-Baqarah : 275-276).

Ayat tersebut menerangkan keadaan mereka di dunia sama dengan keadaan mereka nanti di akhirat, dalam hal tidak adanya ketenteraman bagi mereka. Orang-orang yang memakan RIBA’ (Mengambil RIBA’), yaitu saat di dunia jiwa mereka tidak tenteram, pikiran mereka tidak menentu selalu gelisah tak ubahnya seperti orang GILA serta bertingkah layaknya orang kerasukan SETAN walau pun kelihatannya normal. Disaat SAKARATUL MAUT, mereka merasa kan siksaan dan guncangan dahsyat yang mengerikan. Demikian pula nanti di akhirat mereka akan dibangkitkan melainkan seperti orang yang kemasukan setan lantaran tekanan penyakit gila. Mereka bangkit dari kuburnya dalam keadaan bingung, sempoyongan, dan mengalami kegoncangan. Mereka khawatir dan penuh kecemasan akan datangnya siksaan yang besar dan kesulitan sebagai akibat perbuatan mereka.  “…..Dan pemakan RIBA’, barang siapa yang makan RIBA’ ia akan dibangkitkan pada hari kiamat dalam keadaan gila lagi kemasukan (setan)”. Alhadits.

Ayat ayat berikutnya :

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ اتَّقُواْ اللَّهَ وَذَرُواْ مَا بَقِيَ مِنَ الرِّبَا إِن كُنتُم مُّؤْمِنِينَ. فَإِن لَّمْ تَفْعَلُواْ فَأْذَنُواْ بِحَرْبٍ مِّنَ اللَّهِ وَرَسُولِهِ وَإِن تُبْتُمْ فَلَكُمْ رُؤُوسُ أَمْوَالِكُمْ لاَ تَظْلِمُونَ وَلاَ تُظْلَمُونَ

Maksud firman Allah: “Hai orang orang yang beriman, bertaqwalah kepada Allah dan tinggalkanlah sisa sisa (dari berbagai jenis) RIBA’, jika kamu orang orang yang beriman” “Maka jika kamu tidak memperbuatnya (meninggalkan sisa-sisa RIBA’) maka ketahuilah Allah dan Rasul-nya akan memerangimu. Dan jika kamu bertaubat (tidak memperbuat RIBA’ lagi) maka bagi kamu pokok hartamu (modal), kamu tidak menganiaya dan tidak pula dianiaya” (Al-Baqarah :  278 -279).

“Hai orang orang yang beriman, janganlah kamu memakan RIBA’ dengan berlipat ganda dan bertaqwalah kamu kepada Allah agar kamu mendapat kemenangan” (Ali Imran :130).

Ayat ayat diatas adalah dasar-dasar hukum Qoth’i/ nash Alqur’an (PENGHARAMAN RIBA’/ BUNGA BANK) yang tidak dapat dikompromikan lagi oleh siapa pun, begitu juga para Ulama’ dan Mufassirin, semua sepakat atas haramnya RIBA’/ BUNGA BANK, Ulama-ulama besar dunia sepakat memutuskan hukum dengan tegas terhadap BUNGA BANK sebagai RIBA’. Ditetapkan bahwa tidak ada keraguan atas keharaman praktik pembungaan uang seperti yang dilakukan bank-bank konvensional. Kecuali ulama-ulama GADUNGAN atau bisa disebut Ulama JAHAT yang mencoba mengutak-atik ayat ayat larangan praktik RIBA’, mereka berusaha memutar-balikkan hukum Alloh dengan berfatwa sesuai KEPENTINGANNYA.


Share this article :
Share on FB Tweet Share on G+ Submit to Digg
Pinterest
Copyright © 2011